- 1. Q.S. AL-‘AROF
AYAT 204 :
“Dan apabila dibacakan
Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar
kamu mendapatkan rahmat .”
Penjelasan ayat ini
bukan menunjukan dzikir dalam hati tapi dzikir yang terdengar atau dzikir
keras. Namun, Ayat di atas seakan bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits yang
lain tentang anjuran untuk berdzikir dalam hati seperti Q.S.Al-‘Arof ayat 205: “Sebutlah
nama Allah di dalam hatimu dengan merendahkan diri dan tidak dengan suara yang
keras dari pagi sampai petang, Dan janganlah dirimu menjadi golongan yang lupa
(lalai).”
Sebenarnya Ayat 205 ini
tidaklah bertentangan dengan ayat 204 yang menunjukan akan diperintahkannya
dzikir jahar. Dan ayat 205 ini tidak bisa dijadikan alasan untuk
melarang dzikir keras karena akan bertentangan dengan dzikir yang telah umum
yang biasa dibaca dengan suara keras, seperti takbiran, adzan, membaca talbiyah
ketika pelaksanakan haji, membaca al-qur’an dengan dikeraskan atau
dilagukan, membaca sholawat dangan suara keras dan lain-lain. Hanya saja, Q.S
Al’Arof ayat 205 ini hanya menjelaskan tentang dzikir yang tidak memakai gerak
lidah yaitu dzikir dalam hati atau khofi. Jadi penjelasan Ayat 205 ini
menunjukan, bagaimanapun bentuknya dzikir jika dibaca dalam hati pasti tidak
akan mengeluarkan suara karena dzikirnya sudah menggunakan hati, bahkan sudah
tidak menggunakan gerak lidah.
Kesimpulan dari dua
ayat itu, Allah menunjukan adanya perintah dibolehkannya berdzikir dengan jahar
(keras) maupun dzikir dalam hati (khofi) yang tidak memakai gerak lidah.
- 2. Q.S.AL-BAQOROH
AYAT 200 :
“Apabila engkau telah
menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menywebut nama Allah)
sebagaimana kamu menyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu atau bahkan
berdzikirlah lebih (nyaring dan banyak) daripada itu.”
Menurut Ibnu Katsir,
latar belakang turunnya ayat ini ialah kebiasaan bangsa Arab, baik suku quraisy
maupun lainnya pada musim haji mereka biasanya berkumpul di Mudzalifah setelah wukuf
di Arafah. Disitu mereka membanggakan kebesaran nenek moyang mereka dengan cara
menyebut-nyebut kebesaran nenek moyang mereka itu dalam pidato mereka. Ketika
telah memeluk agama Islam, Nabi memerintahkan mereka hadir di Arafah untuk wukuf
kemudian menuju mudzdalifah. Setelah mabit di mudzdalifah
mereka diperintahkan untuk meninggalkan tempat itu dengan tidak menunjukan
perbedaan diantara mereka (dengan cara menyebut kebesaran nenek moyang) seperti
yang mereka lakukan pada masa pra Islam.
Berbeda dengan Ibnu
Katsir, yaitu Mahmud Hijazi menafsirkan ayat ini dengan mengatakan, bila kamu
selesai mengerjakan haji maka berdzikirlah kepada Tuhanmu dengan baik (dengan
cara menyebut-nyebut nama Allah) sebagaimana kamu menyebut-nyebut nama nenek
moyangmu sewaktu kamu jahiliyah atau sebutlah nama Allah itu lebih keras
daripada kamu menyebut-nyebut nama nenek moyangmu itu. Begitu pun penafsiran
Ibnu Abbas, seperti terdapat dalam kitab Tanwir al Miqbas ketika
menafsirkan kata aw asyadda dzikro yang berarti menyebut Allah dengan
mengatakan “Ya Abba” seperti menyebut nenek moyang “Ya Allah”.
Dua pendapat mufasir di
atas mengarahkan kita pada kesimpulan bahwa menyebut nama Allah dalam
pengertian dzikrullah dianjurkan setelah menunaikan ibadah haji,. Dzikrullah
tersebut dikerjakan dengan suara keras, bahkan boleh dengan suara yang lebih
keras daripada suara jahiliyah tatkala mereka menyebut nama nenek moyang mereka
ketika berhaji.
- 3. Q.S. AL-BAQOROH
AYAT 114 :
“ Dan siapakah yang
lebih aniaya daripada orang yang menghalangi-halangi menyebut nama Allah di
dalam mesjid-mesjid-Nya ..”
- 4. Q.S. AN-NUR
AYAT 36 :
“ Didalam semua rumah
Allah diijinkan meninggikan (mengagungkan) suara untuk berdzikir dengan
menyebut nama-Nya dalam mensucikan-Nya sepanjang pagi dan petang.”
- 5. Dan lain-lain
HUKUM DZIKIR JAHAR MENURUT HADITS ROSUL
HADITS KE SATU
Dalam Kitab Bukhori jilid 1:
Dalam hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhori dari Ibnu Abbas ra., berkata: “Inna rof’ash shauti bidzdzikri
hiina yanshorifunnaasu minal maktuubati kaana ‘ala ‘ahdi Rosuulillaahi
sholallaahu alaihi wasallam kuntu ‘alamu idzaanshorrofuu bidzaalika sami’tuhu.”
Artinya :“Sesungguhnya mengeraskan suara dalam berdzikir setelah
manusia-manusia selesai dari sholat fardlu yang lima waktu benar-benar terjadi
pada zaman Nabi Saw. Saya (ibnu Abbas) mengetahui para sahabat melakukan hal
itu karena saya mendengarnya .”
Selanjutnya dalam hadits :“Suara yang
keras dalam berdzikir bersama-sama pada waktu tertentu atau ba’da waktu sholat
fardhu, akan berbekas dalam menyingkap hijab, menghasilkan nur dzikir”
(HR. Bukhari).
- HADITS KE DUA
Dari Abu Khurairah ra, katanya Rasulullah
bersabda: “Allah berfirman; ‘Aku berada di dalam sangkaan hamba-Ku
tentang diri-Ku, Aku menyertainya ketika dia menyebut-Ku, jika dia menyebut-Ku
kepada dirinya, maka Aku menyebutnya kepda diri-Ku. Maka jika menyebut-tu di
depan orang banyak, maka Aku akan menyebutnya di tempat yang lebih baik
daripada mereka” (HR. Bukhari). Penjelasan hadits ini, jika dikatakan
menyebut ‘di depan orang banyak’, berarti dzikir tersebut
dilakukan secara jahar.
- HADITS KE TIGA
Diriwayatkan di dalam Al Mustadrak dan dianggap
saheh, dari Jabir ra. berkata: “Rasulullah keluar menjumpai kami dan
bersabda: ‘Wahai saudara-saudara, Allah memiliki malaikat yang pergi
berkeliling dan berhenti di majlis-majlis dzikir di dunia. Maka penuhilah
taman-taman syurga’. Mereka bertanya:’Dimanakah taman-taman syurga itu?’.
Rasulullah menjawab: ‘Majlis-majlis dzikir.’ Kunjungilah dan hiburlah diri
dengan dzikir kepada Allah” (HR. Al Badzar dan Al Hakim).
Penjelasan hadits ini, bahwa dalam kalimat ‘malaikat
yang pergi berkeliling dan berhenti di majlis dzikir di dunia’
maksudnya berarti dzikir dalam hal ini adalah dzikir jahar yang
dilakukan manusia. Karena malaikat hanya mengetahui dzikir jahar dan
tidak mampu mengetahui dzikir khofi. Hal ini sebagaimana sabda Rasul: “Adapun
dzikir yang tidak terdengar oleh malaikat yakni dzikir khofi atau dzikir dalam
hati yakni dzikir yang memiliki keutamaan 70x lipat dari dzikir yang diucapkan”
(HR. Imam Baihaqi dalam Kitab Tanwirul Qulub hal.509).
- HADITS KE EMPAT
Hadits yang dishohehkan oleh An Nasai dan Ibdu
Majjah dari As Sa’ib dari Rasululah SAW, beliau bersabda: “Jibril telah
datang kepadaku dan berkata, ‘Perintahkanlah kepada sahabat-sahabatmu
untuk mengeraskan suaranya di dalam takbir”(HR. Imam
Ahmad Abu Daud At Tirmidzi).
Penjelasan hadits ini, bahwa sangat jelas tidak dilarangnya
dzikir keras tetapi dianjurkan untuk melakukan dzikir jahar.
- HADITS KE LIMA
Didalam kitab Sya’bil Iman dari Abil Jauza’ ra. berkata :“Nabi
Saw, bersabda, “Perbanyaklah dzikir kepada Allah sampai orang-orang munafik
berkata bahwa kalian adalah orang-orang ria (mencari pujian).”
(H.R.Baihaqi)
Penjelasan hadits ini, jika dikatakan menyebut
“orang-orang munafik berkata bahwa kalian adalah orang-orang ria (mencari
pujian).” Hadits ini menunjukan dzikir jahar karena dengan
dzikir jahar (terdengar) itulah orang munafik akhirnya menyebutnya ria .
- HADIITS KE ENAM
Juga dalam kitab Sya’bil Iman yang di shohehkan oleh Al-Hakim
dari Abu Sa’id Al-Khudri ra., berkata :“Nabi Saw, bersabda,” Perbanyaklah
dzikir kepada Allah kendati kalian dikatakan gila”.
(H.R.Al-Hakim danAl-Baihaqi)
- HADITS KE TUJUH,
Dari Jabir bin Abdullahra, berkata :“Ada
seorang yang mengeraskan suaranya dalam berdzikir, maka seorang berkata, “
semestinya dia merendahkan suaranya.” Rosulullah bersabda,” Biarkanlah
dia,sebab sesungguhnya dia adalah lebih baik.“ (Al-Baihaqi).
Dari Sa’id bin Aslam ra., katanya Ibnu Adra’ berkata, “ Aku menyertai
Nabi Saw. Pada suatu malam, lalu melewati seseorang di mesjid yang mengeraskan
suaranya, lalu aku berkata, “ Wahai Rosulullah, tidaklah ia termasuk orang ria
? “ Beliau menjawab, “ Tidak,tetapi dia pengeluh,” (H.R.Baihaqi).
PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG DZIKIR JAHAR
Imam An-Nawawi berkata : “Bahwa
bacaan dzikir sir (samar) lebih utama apabila takut ria, atau khawatir
mengganggu orang yang sedang sholat atau tidur. Sedangkan yang jahar (dzikir
keras) lebih baik apabila tidak ada kekhawatiran tentang hal ini, mengingat
amalan di dalamnya lebih banyak manfaatnya, karena ia dapat membangkitkan kalbu
orang yang membaca atau yang berdzikir, ia mengumpulkan semangat untuk
berfikir, mengalahkan pendengaran kepadanya, mengusir tidur, dan menambah
kegiatan” (dalam Kitab Haqiqot Al-Tawwasulu wa Al-Wasilat Al-Adlow’il
kitabi wa As-Sunnah).
Syekh Ibrihim Al-Mabtuli r.a. menerangkan juga
dalam kita kifayatul At-Qiya hal 108 : “Irfa’uu ashwatakum
fidzdzikri ila antahshula lakum aljam’iyatu kal ‘arifiin.“ Artinya: “Keraskanlah
suaramu didalam berdzikir, sehingga sampai menghasilkan al jam’iyah (keteguhan
hatimu) seperti orang-orang yang telah mengenal Allah”. Selanjutnya
masih menurut beliau “Dan wajib bagi murid-murid yang masih didalam tahap
belajar menuju Allah, untuk mengangkat suaranya dalam berdzikir, sampai
terbongkarlah hijab (yaitu penghalang kepada Allah yang telah menjadikan hati
jadi keras bagaikan batu, penghalangnya yaitu seperti sipat malas, sombong,
ria, iri dengki dan sebagainya)
Imam Al-Ghozali r.a. mengatakan: “Sunnat
dzikir keras (jahar) diberjemaahkan di mesjid karena dengan banyak suara keras
akan memudahkan cepat hancurnya hati yang keras bagaikan batu, seperti satu
batu dipukul oleh orang banyak maka akan cepat hancur”.
KENAPA MESTI DZIKIR KERAS?
Ulama ahli ma’rifat mengatakan bahwa untuk mencapai ma’rifat
kepada Allah bisa diperoleh dengan kebeningan hati. Sedangkan kebeningan hati
itu bisa dicapai dengan suatu thoriqoh (cara), diantaranya banyak
berdzikir kepada Allah. Jadi, ma’rifat tidak akan bisa diperoleh jika
hati kita busuk penuh dengan kesombongan, ria, takabur, iri dengki, dendam,
pemarah, malas beribadah dan lain-lain. Oleh sebab itu dzikir diantara salah
satu cara (thiriqoh) untuk membersihkan hati.
Sebab, manusia sering menyalahgunakan fitrah yang diberikan
Tuhan, sehingga hati mereka menjadi keras. Sifat-sifat yang tidak terpuji
tersebut, mendorong manusia memiliki hati yang keras melebihi batu. Hal
tersebut sebagaimana kalimat yang tercantum dalam Al Quran surat Al Baqoroh
ayat 74: “tsumma qosat quluubukum minba’di dzaalika fahiya
kal hijaaroti aw asyaddu qoswatun”, artinya “Kemudian setelah itu
hatimu menjadi keras seperti batu,bahkan lebih keras lagi”. Dari
ayat tersebut hati manusia yang membangkang terhadap Allah menjadikan hatinya
keras bagaikan batu bahkan lebih keras daripada batu.
Maka, jalan keluarnya untuk melembutkan hati
yang telah keras bagaikan batu sehingga kembali tunduk kepada Allah,
sebagaimana Ulama ahli ma’rifat mengatakan penafsirkan ayat tersebut,
sebagaimana dalam kitab miftahu Ash-Sshudur karya Sulthon Awliya Assayyid
Asy-Syekh Al-‘Alamah ‘Al-‘Arif billah Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin r.a.
bahwa “fakamaa annal hajaro laa yankasiru illa biquwwatin dlorbil muawwil
fakadzaalikal qolbu laayankasiru illa biquwwati ”, artinya “sebagaimana
batu tidak pecah kecuali bila dipukul dengan tenaga penuh pukulan palunya,
demikian hati yang membatu tidak akan hancur kecuali dengan pukulan kuatnya
suara dzikir. “liannadz dzikro laa yu’tsiru fiijam’i tsanaati qolbi
shohibihi illa biquwwatin”, artinya “ Demikian pula dzikir tak akan memberi
dampak dalam menghimpun fokus hati pendzikirnya yang terpecah pada Allah
kecuali dengan suara keras”.
Syekh Ibrihim Al-Mabtuli r.a. menerangkan juga
dalam kita kifayatul At-Qiya hal 108 : “Irfa’uu ashwatakum
fidzdzikri ila antahshula lakum aljam’iyatu kal ‘arifiin.“ Artinya: “Keraskanlah
suaramu didalam berdzikir, sehingga sampai menghasilkan al jam’iyah (keteguhan
hatimu) seperti orang-orang yang telah mengenal Allah”. Selanjutnya
masih menurut beliau “Dan wajib bagi murid-murid yang masih di dalam
tahap belajar menuju Allah, untuk mengangkat suaranya dalam berdzikir, sampai
terbongkarlah hijab (yaitu penghalang yang akan menghalangi kita dekat kepada
Allah, seperti sifat-sifat jelek manusia: iri, dengki, sombong, takabur,dll
yang disumberkan oleh hati yang keras).
CARA BERDZIKIR DENGAN KERAS YANG DIAJARKAN ROSUL
Dalam hadits shohihnya, dari Yusuf Al-Kaorani :
“Sesungguhnya Sayyidina ‘Ali r.a. telah bertanya pada Nabi Saw. : Wahai
Rosulullah, tunjukkanlah kepadaku macam-macam thoriqot (jalan) yang paling
dekat menuju Allah dan yang paling mudah bagi hamba-hamba-Nya dan yang paling
utama di sisi Allah, maka Nabi Saw menjawab: wajiblah atas kamu mendawamkan
dzikkrullah: Sayyidina ‘Ali r.a bertanya lagi: Bagaimana cara berdzikirnya ya
Rosulallah? Maka Nabi menjawab: pejamkan kedua matamu, dan dengarkan (ucapan)
dariku tiga kali, kemudian ucapkan olehmu tiga kali, dan aku akan
mendengarkannya. Maka Nabi Saw. Mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAH tiga kali
sambil memejamkan kedua matanya dan mengeraskan suaranya, sedangkan Sayyidina
‘Ali r.a mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAH tiga kali, sedangkan Nabi Saw
memdengarkannya”. (Hadits dengan sanad sahih, dalam kitab Jami’ul
Ushul Auliya)
Dalam kitab Tanwirul Quluub dijelaskan
cara gerakan dzikir agar terjaga dari datangnya Syetan, merujuk Firman Allah
dalam Al-Qur’an Surat Al’Arof ayat 17: “Demi Allah (kami Syetan) akan
datang kepada manusia melalui arah depan, arah belakang, arah kanan dan arah
kiri”. Ayat ini menunjukan arah datangnya syetan untuk menggoda manusia
agar menjadi ingkar terhadap Allah. Jelas, sasarannya manusia melalui empat
arah; 1. Depan 2.Belakang 3.Kanan 4.Kiri.Maka, dzikirnya pun harus menutup
empat arah. Dalam kitab Tanwirul Qulub: ucapkan kalimat “LAA” dengan
diarahkan dari bawah pusat tarik sampai otak hal ini untuk menutup pintu syetan
yang datang dari arah depan dan belakang. Adapun ditarik kalimat itu ke otak
karena syetan mengganggu otak/pikiran kita sehingga banyak pikiran kotor atau
selalu suuddzon. Dan “ILAA” dengan diarahkan ke susu kanan atas,
dan kalimat “HA” diarahkan ke arah susu kanan bagian bawah adapun
ini untuk menutup pintu syetan yang datang dari arah kanan. Dan “ILLALLAH”
diarahkan ke susu kiri yang bagian atas serta bawahnya, hal ini untuk menutup
pintu syetan yang datangnya dari arah kiri, namun lapadz jalalah yaitu
lapadz “ALLAAH”nya diarahkan dengan agak keras ke susu kiri
bagian bawah sekitar dua jari, karena disanalah letaknya jantung atau hati
(keras bagaikan batu) sebagaimana pendapat Imam Al-ghozali.
Syarat berdzikir menurut para Ulama Tasawuf:
1. Dengan berwudlu
sempurna
2. Dengan suara kuat/
keras
3. Dengan pukulan yang
tepat ke hati sanubari
MANA YANG PALING UTAMA, DZIKIR KERAS (JAHAR)
ATAU DZIKIR HATI (KHOFI)?
Dalam kitab ulfatu mutabarikin dan kitab
makanatu Adz-dzikri bahwasanya Rosul pernah bersabda: “sebaik-baik
dzikir adalah dalam hati”. Dalam kitab tersebut dijelaskan hal itu bagi orang
yang telah mencapai kelembutan bersama Allah, hati bersih dari penyakit, hati
yang sudah lembut. Sedangkan dzikir keras itu lebih utama bagi orang yang
hatinya keras bagaikan batu, sehingga sulit untuk tunduk pada perintah Allah
karena sudah dikuasai oleh nafsunya.
Dalam kitab Miftahu Ash-Shudur karya Sulthon Auliya
As-Sayyid Asy-Syekh Al-‘Alamah ‘Al-‘Arif billah Syekh Ahmad Shohibul wafa Tajul
‘Arifin r.a. bahwa “ Sulthon Awliya As-Sayyid Syekh Abu
A-Mawahib Asy-Syadzili r.a. berkata: “Para ulama toriqoh berbeda
pendapat tentang mana yang lebih utama, apakah dzikir sir (hati) atau dzikir
jahar (keras), menurut pendapat saya bahwa dzikir jahar lebih utama bagi
pendzikir tingkat pemula (bidayah) yang memang hanya dapat meraih dampak dzikir
dengan suara keras dan bahwa dzikir sir (pelan) lebih utama bagi pendzikir
tingkat akhir (nihayah) yang telah meraih Al-Jam’iyyah (keteguhan
hati kepada Allah)” .
Imam Bukhori, dalam kitab Sahihnya bab dzikir
setelah salat fardlu, berkata: “ Ishaq ibnu Nasr memberitahu kami, dia
berkata’Amru memberitahu saya bahwa Abu Ma’bad, pelayan Ibnu Abbas, semoga
Allah meridloi keduanya, memberitahu Ibnu Abbas bahwa “Mengeraskan suara
dalam berdzikir ketika jama’ah selesai dan shalat fardlu sudah biasa dilakukan
pada masa Nabi Muhammad. Ibnu Abbas berkata: “Aku tahu hal itu, saat mereka
selesai shalat karena aku mendengarnya”. Sayyid Ahmad Qusyayi. Q.s.,
berkata: ”inilah dalil keutamaan dzikir keras (jahar) yang didengar orang lain,
dengan demikian ia membuat orang lain berdzikir kepada Allah dengan dzikirnya
kepada Allah“.
DZIKIR KERAS MERESAHKAN?
Dzikir keras tidak akan meresahkan atau
mengganggu orang yang hatinya penuh dengan cinta kepada Allah. Dengan
terdengarnya dzikir menjadi magnet (daya tarik) yang kuat bagi orang yang
beriman, bahkan menjadi kenikmatan tersendiri. Sebagaimana firman Allah dalam
Al-qur’an QS.Al-Anfal ayat 2 :
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetar hatinya, Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat-Nya bertambah kuat
imannya dan mereka hanya kepada Allah saja berserah diri” .
ALLAH TIDAK TULI
Ada anekdot dari seorang Ulama Tasawuf pengamal thoriqoh:
suatu hari ada dialog antara mahasiswi dan ulama tasawuf. Mahasiswi bertanya:
“Pak Kiai, kenapa dzikir mesti keras (jahar) padahal Allah itu tidak
tuli?”. Ulama Tasawuf menjawab dengan membalikan pertanyaan: “yang bisa kena
sifat tuli itu yang memiliki telinga atau tidak?”. Mahasiswi menjawab: “iya
yang punya telinga”. Ulama Tasawuf kembali bertanya: “Kalau Allah punya telinga
tidak?”. Mahasiswi menjawab: “tidak punya”. Ulama tasawuf kembali bertanya
lagi: “apakah dengan suara keras makhluk akan merusak pendengaran Allah?”.
Mahasiswi menjawab: “tidak Pak Kiai”.
Selanjutnya Ulama Tasawuf mengatakan: “oleh
sebab itu istighfarlah dan bersyahadatlah dengan baik, bagaimanapun Allah tidak
akan tuli dan tidak akan rusak pendengaran-Nya oleh suara kerasnya makhluk.
Bagi-Nya suara keras maupun pelan terdengar oleh Allah sama. Hanya saja, hati
manusia yang tuli akan perintah Allah. Jadi, dzikir keras bukan untuk Allah dan
bukan ingin didengar oleh Allah karena Allah sudah tahu. Tapi tujuan dzikir
keras itu diarahkan untuk hati yang tuli kepada Allah yang keras bagaikan batu
sedangkan kita tahu batu itu tidak akan hancur kecuali dengan pukulan yang
kuat, begitupun hati yang keras bagaikan batu tidak akan hancur kecuali dengan
suara pukulan dzikir yang kuat. Jadi, Allah tidak butuh akan dzikir kita,
sebaliknya kitalah yang butuh akan dzikir kepada Allah supaya hati menjadi
lembut, bersih dan ma’rifat kepada Allah.